Popular Posts

IBX5B323AD6A28CA

10 Desember 2019

PUKK F SP BPU- K SPSI: Tidak Adanya Perhatian Pengusaha Dan Kontraktor Dalam memenuhi Hak-Hak Normatif Serikat Pekerja"

   Foto serikat pekerja di kec. Tampan

Pekanbaru. Suarademokrasiriau.com-Kehidupan buruh sampai saat ini masih sangat memprihatinkan. Kehidupan buruh masih masuk dalam katagori marjinal, yaitu kelompok yang tidak memiliki akses ekonomi-politik yang sering identik dengan kemiskinan. Rabu (11/12/19).

Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian pemerintah dan pengusaha dalam pemenuhan hak-hak normatif pekerja. Salah satunya adalah minimnya fasilitas jaminan sosial dan upah pekerja.
Pelaksanaan program jaminan sosial dan upah pekerja tenaga kerja masih sangat lemah terlebih bagi buruh harian lepas Bangunan dan Pekerjaan Umum, khususnya yang bekerja di sektor F SP BPU- K SPSI (Bangunan dan Pekerjaan Umum). Alasan klasik yang selalu dikatakan ketua PUKK F SP BPU- K SPSI kecamatan Tampan Ambrizal adalah terbatasnya jumlah pengawas tenaga kerja di dinas tenaga kerja (Disnaker). Tapi, kelemahan ini tidak ditutupi dengan adanya tindakan tegas terhadap pengusaha yang melanggar ketentuan ini.
Lanjut Ambrizal Ada beberapa faktor yang menyebabkan mandulnya program jaminan sosial dan upah pekerja. Pertama, tidak ada keseriusan berupa political will dari pemerintah untuk memperbaiki kehidupan buruh. Dua, undang-undang yang berlaku jika ditelisik lebih jauh, belum sepenuhnya membela kepentingan buruh tenaga lokal. Menyangkut peserta jaminan sosial dan upah pekerja misalnya perancang bangunan dan pekerjaan umum lebih dominan merekrut pekerja dari luar daerah dengan upah seadanya.

"Tidak ada secara tegas yang menyatakan bahwa tenaga kerja (buruh) yang berstatus harian lepas pekerja Bangunan dan Pekerja umum, juga merupakan peserta jaminan sosial. Pada kenyataannya, peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan didominasi buruh yang berstatus tetap. Kedua, belum adanya sistem kebijakan penghargaan (award) dan hukuman (punishment). Ini sebagai alat kontrol bagi F SP BPU- K SPSI untuk menilai kinerja perancang bangunan dan pekerja umum, tegas Ambrizal.

Lanjut Ambrizal lagi, Penghargaan diberikan bagi pemilik atau perancang bangunan dan pekerjaan umum yang memberikan jaminan sosial bagi seluruh pekerjanya. Termasuk pekerja/buruh yang berstatus tidak tetap (harian lepas) dan kontrak/bangunan dan pekerja umum. Bentuknya bisa berupa kemudahan mendapatkan pekerjaan untuk khususnya pekerja lokal, upah yang memadai. Sedangkan hukuman diberikan bagi pemilik dan perancang bangunan dan pekerja umum yang dengan sengaja tidak mendaftarkan pekerja ke dalam program jaminan sosial ke tenaga kerjaan. Termasuk di dalamnya buruh lepas bangunan dan pekerja umum.

Hukumannya adalah sanksi pidana bagi pemilik dan perancang bangunan dan pekerja umum sampai pada penutupan perusahaan (proyek) tersebut (lock out).

"Dan sebelumnya, harus ada kesamaan pandang bagi kita untuk menempatkan posisi buruh. Di mana dalam prakteknya sekarang ini buruh merupakan outsider. Desain kebijakan belum memosisikan buruh sebagai salah satu pemangku kepentingan utama (stakeholder). Implikasinya adalah pelanggaran berbagai hak normatif buruh. Seperti upah rendah, minimnya alat pelindung diri (APD), rendahnya kualitas alat kerja, buruknya fasilitas kerja, mengindahkan pekerja lokal, dan pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Untuk mengatasi masalah ini, maka terlebih dahulu kita harus mengubah paradigma kita mengenai buruh. 

Mengacu buruh bukan budak atau pekerja paksa. Mereka sama halnya dengan kelompok masyarakat lainnya, termasuk kaum elite pengusaha dan penguasa, pemilik serta perancang bangunan dan pekerja umum. Dan ini secara gamblang dijamin di konstitusi. Buruhlah yang membuat alat produksi memiliki nilai sehingga dapat mendatangkan kapital (modal). Meski buruh itu sendiri tidak memiliki modal. Namun, tenaga dan jasa yang dikeluarkan buruh sama berharganya dengan modal yang dimiliki pengusaha, tutup Ambrizal.


Tak lepas dari situ pantauan Suarademokrasiriau.com di lapangan, "Ketika posisi buruh dan pengusaha sudah sederajat, maka tenaga dan jasa yang mereka keluarkan harus dihargai dengan upah yang setimpal. Makanya, konsep pembuatan upah minimum, provinsi (UMP), kabupaten/kota (UMK), dan sektor (UMSK) tidak lagi didasari atas kebutuhan hidup seorang lajang, tetapi atas dasar keperluan jumlah anggota keluarga. Atau, penentuan upah harus didasari berdasarkan nilai produksi yang diciptakannya selama satu hari. Dengan kata lain, upah buruh sudah bisa untuk memproteksi keperluan keluarga buruh (istri dan anak). Upah ini juga sudah memperhitungkan kenaikan rata-rata inflasi, minimal selama lima tahun. Upah adalah pemenuhan keperluan premier dan sekunder.
Sedangkan untuk keperluan tersier, buruh mendapatkannya melalui program jaminan sosial. Jaminan sosial adalah investasi jangka panjang yang dimiliki buruh dan keluarganya. Yaitu berupa proteksi dan pelayanan kesehatan, pendidikan sampai jenjang tertinggi, dan santunan kematian serta tunjangan hari tua dan pensiun, tentunya".

0 comments:

Posting Komentar